hujan turun malam itu. kami keluar untuk mencetak perangkat; dan sekalian mencari obat. dia sakit gigi, belakangan makin sering sakit. pipinya sedikit membengkak; begitu ia bilang sembari menggembungkan kedua pipinya. hmm okay, mungkin benar lebih baik diobati daripada hanya ditunggu sembuh. saya sedikit khawatir sebetulnya karena hujan-hujanan justru memancing sakit yang lainnya lagi. tapi gerimis sepertinya bukan masalah.
kami memutuskan untuk mencetak perangkat terlebih dahulu. kami menuju bangunan yang sepertinya salah satu tempat fotokopian terbesar di Madiun. dia yang mengatur ini dan itu dan saya hanya melihat dan menunggu. lama saya perhatikan, dia banyak mengingatkan saya pada ibu. entah bagaimana saya pun jadi rindu mendengar suara ibu.
saya keluar tempat fotokopian dan duduk menekuk lutut di ubin halaman. awalnya saya hanya diam menatap hujan yang tengah membasahi jalan. tapi kemudian saya pun membuka ponsel dan menelfon ibu. saya tidak cerita kalau saya lelah, atau sedih, atau kangen. saya hanya bertanya apa kabar ibu di rumah dan bagaimana sekolah adik-adik. saya bertanya dan menjawab sambil berusaha menahan suara tangisan saya agar tak masuk melintasi satelit dan sampai ke telinga ibu. susah, tapi saya masih bisa. saya pun menutup percakapan dengan meminta doa semoga saya kembali ke jalan yang benar dan dikuatkan selama perjalanan. ibu bilang tentu saja. setiap hari, abang ibu doakan. saya sempat diam sebentar menunggu sedih ikut luruh bersama hujan sampai akhirnya saya kembali ke dalam dan menjemput dia yang selesai mencetak perangkat. saya sengaja berbicara sembari banyak memalingkan muka. tak perlulah dia tahu. kami pun kemudian lanjut pergi untuk membeli obat.
di apotek, dia mencari obat. saya hanya berdiri di sampingnya; menunggu sambil memperhatikan seisi ruang. saya menemukan banyak papan dengan kalimat. salah satunya bilang obat terbaik adalah ketenangan pikiran. saya pun menunjuk dan bilang, “tuh, kayanya kita butuh itu.” saya sedang banyak pikiran. kemungkinan dia juga sama. kami mungkin dua orang yang tengah hanyut dalam sungainya masing-masing yang entah tak sengaja bertemu di satu muara.
“eh, kalau jalan sebentar gapapa gak?” tanya saya setelah membuka pintu ke luar. dia bilang tak masalah, dia juga senang bepergian tanpa arah. okey. kami pun kemudian menyusuri jalan di Madiun yang tak banyak dipayungi lampu kota. gelap. hujan. tapi saya tak terganggu. mungkin karena apa yang di kepala saya pun tak jauh berbeda. sambil menghabiskan cerita, kami melewati suatu jalan yang membelah lahan pertanian menjadi dua. di sana hanya ada jalan selebar dua mobil, lampu di kanan kiri, dan juga hijau pesawahan. saya bilang saya suka tempat ini. menurut papan di apotek, ini obat yang saya butuh. saya merasa tenang melaluinya. saya pun kembali menemukan tenang bersamanya.
kemudian kami kembali ke jalan besar yang melewati rel kereta. saya sedang berbicara saat itu. dan tanpa sempat sadar, ban kami terselip di antara rel kereta dan kami pun jatuh. tidak keras. tapi yang jelas, motor tergeletak dan kami terantuk badan jalan. setelah sebentar menepi ternyata kakinya luka lecet. tapi selain itu, sepertinya baik saja. saya hanya tertawa. duh, bisa-bisanya. dia bilang tak apa-apa jatuh selama bangkitnya sama-sama. saya senang mendengarnya. iya sih, benar juga. dan untuk melengkapi jatuhnya, ternyata perangkat yang telah dicetak jatuh dan rusak; terlalu kotor untuk dipakai esok hari. yah, saya bilang kayanya kita harus print lagi.
kami pun sampai di tempat fotokopian untuk kedua kali. dia kembali mengurus ini itu dan menunggu. saya bilang mending bersihin lukanya dulu. saya pun meminta pegawai fotokopian menunjuki kami letak kamar kecil. lukanya sih tak besar, sedikit lecet dan lebam di sisi kaki. tapi ya sudah, lebih baik dibersihkan juga agar tak infeksi. setelah dibersihkan, saya pun memberikan satu hansaplas dengan gambar baymax oleh-oleh ayah dari jepang. ayah saya bilanh kalau pakai ini pasti akan lebih cepat sembuh. saya sendiri tak percaya. tapi karena motifnya lucu, saya bilang yasudah kita percaya aja. dia pun tersenyum.
malam itu singkat. hanya sebentar membawa pulang obat dan perangkat. tapi buat saya, hari itu saya menemukan kembali diri saya. dia telah memanggil bagian diri saya yang sempat hilang mengejar layangan yang putus. saya senang saya kembali. semenjak hari itu pun rasanya saya tak mau dia perlu susah karena sakit.
[ . . . ]
bagian satu dari dua